Kepahiang, suaramahardika.id – Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kemendikbud Ristek melalui Balai Bahasa Provinsi Bengkulu memberi kesempatan untuk penguatan sastra dengan disalurkannya Bantuan Pemerintah. Melalui Kegiatan ini guna mengangkat warisan budaya leluhur agar menjadi warisan bagi generasi muda melalui Sastra lisan Komunitas Ruang Rupa Metamorfosa Kepahiang Menjadi Fasilitator untuk menarik kisah leluhur di Kabupaten Kepahiang.
Ritmha Candra Ariesha, S.Pd Ketua komunitas Ruang Rupa Metamorfosa menyampaikan dalam rangka menyambut puncak bulan bahasa pihaknya membuat alih wahana sastra yang didapat dari desa kota Agung Kecamatan Bermani Ilir Berupa sebuah tarian. Yang selanjutnya ditampilkan oleh Sanggar Belungguak Serampu Sakti di desa Tapak Gedung Kecamatan Tebat Karai tepatnya di Wisata Air Terjun Curug Embun.
“ Pertama workshop pembekalan tim, kedua ekspedisinya yang turun ke lapangan menggali sastra lisan suku rejang di desa-desa Kabupaten Kepahiang. Nah yg ketiga itu sebagai puncak kegiatan dan dalam rangka bulan bahasa, kami alih wahanakan sastra yang didapat tadi dari desa kota Agung,” Sampai Ritmha.
Lebih jauh beliau memaparkan bahwa Sastra lisan merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Di dalamnya tersimpan kisah-kisah leluhur, nilai-nilai luhur, dan pengetahuan tentang alam serta kehidupan. Salah satu upaya pelestarian sastra lisan adalah melalui alih wahana ke berbagai bentuk seni, salah satunya adalah seni tari.
“ Tarian ini menceritakan prosesi dimana seorang bayi dibawa ke sungai/air untuk dimandikan pertama kalinya. Proses ini dilakukan oleh dukun yang sengaja dimintai pertolongan dari kedua orang tua si bayi. Proses tersebut sebagai tanda bahwa akan menjadi dewasanya seorang anak dimulai oleh keluarga yang membantu proses Mbin Cupik Mai Bioa sampai dengan para tetangga atau para remaja dengan riang dan bahagia,” terangnya.
Proses ini merupakan suatu syukur atas kelahiran bayi dan mendoakan bayi agar bisa menjadi pemimpin, pengayom, pelindung yang dapat berguna bagi masyarakat serta berbakti kepada orang tua serta agama.
Ekspedisi sastra lisan suku Rejang Pitak Bediwo Kabupaten Kepahiang telah mengungkap kisah menarik tentang “Mbin Cupik Mai Bioa” atau Tradisi turunnya bayi ke air untuk pertama kalinya. Kisah ini mengandung makna filosofis yang mendalam tentang siklus hidup, keberanian, dan harapan. Melalui proses kreatif, kisah ini kemudian dialih wahanakan menjadi sebuah tarian yang memukau.
Siak siu gen nu bioa
Cupik ku iso mendei nak bioa
Bahwa si mendei nak kulam muhammad
Inok nak kidea
Bapak nak kanen
Merengek jangan
Merengang jangan
Si mendei beserta Allah
Begitulah cuplikan sastra lisan syair dari Mbin Cupik Mai Bioa yang diucapkan dukun saat mengaduk air menggunakan keris jika bayi tersebut Sebong (Laki-laki), menggunakan pisau jika anak tersebut Bei (perempuan).
Proses Alih Wahana
Proses alih wahana dari sastra lisan ke seni tari melibatkan beberapa tahap, antara lain:
Analisis Cerita: Tim peneliti dan seniman melakukan analisis mendalam terhadap cerita “bayi turun ke air”. Mereka mengidentifikasi unsur-unsur penting seperti plot, karakter, tema, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Konseptualisasi Tari: Berdasarkan hasil analisis, tim kemudian merancang konsep tarian yang sesuai dengan karakteristik cerita. Konsep ini meliputi gerakan, kostum, musik, dan tata panggung.
Kreasi Gerakan: Gerakan-gerakan tari diciptakan untuk merepresentasikan adegan dan emosi dalam cerita. Setiap gerakan memiliki makna simbolik yang berhubungan dengan tema utama cerita.
Pilihan Musik: Musik yang dipilih harus mampu mendukung suasana dan ritme tarian. Musik tradisional Rejang dapat menjadi pilihan yang tepat untuk memberikan nuansa otentik.
Pemilihan Kostum dan Tata Panggung: Kostum dan tata panggung dirancang untuk menciptakan suasana yang sesuai dengan Cerita dan Budaya Rejang.
Makna dan Pesan Tarian
Tarian “Mbin Cupik Mai Bioa” yang dihasilkan dari proses alih wahana ini memiliki makna dan pesan yang mendalam. Beberapa di antaranya adalah:
Siklus Hidup: Tarian ini menggambarkan siklus hidup manusia, dari lahir, tumbuh dewasa, hingga menghadapi tantangan hidup.
Keberanian: Kisah bayi yang berani turun ke air melambangkan keberanian dalam menghadapi hidup.
Harapan: Tarian ini juga mengandung pesan tentang harapan akan masa depan yang cerah.
“ Kami haturkan terima kasih kepada Pak Kasim beserta Anggota BMA Kota Agung, masyarakat setempat yang telah berpartisipasi penuh untuk mendukung kegiatan ini serta Tim dan Rekan kami semua, semoga apa yang telah kita dapat ini bisa bermanfaat bagi Kabupaten Kepahiangtercinta,” tutup Ritmha.
(Gal-LMS)